Introduction

Saturday, September 24, 2022

KESENDIRIAN DAN CANDU

 

Benarkah kenikmatan berada dalam “kesendirian” itu candu. Sejatinya, manusia itu adalah makhluk sosial yang tidak mungkin dicerabut dari dunia “keramaian”, lingkungan sosialnya. 

 

Tidak dapat dibayangkan bagaimana manusia bisa menjalankan “tupoksi” kemanusiannya di jagat raya ini jika hanya berada dalam kesendirian. Bukankah hanya  manusia yang diciptakan dengan mengemban misi yang telah ditetapkan oleh Sang Khalik…?  Meskipun bukan hanya manusia yang “hidup” di dunia ini, ada makhluk lain yang kasat dan tak kasat mata, tetapi masing-masing makhluk bumi tersebut memiliki tugas yang berbeda.

 

“Kesendirian” kadang kala memang dibutuhkan untuk meredakan kelelahan pikiran dan batin. Apalagi jika seseorang sudah menghabiskan waktu yang yang panjang di keramaian dan merasa tidak mendapatkan apa-apa di sana. Anggap saja kesendirian ini sebagai “coping mechanism”. Jika demikian, mungkin saja kesendirian akan bisa membantu melapangkan pikiran, melapangkan jiwa dan raga. Tapi untuk berapa lama orang dapat “bersendiri”. Jangan lupa, manusia juga tidak akan mendapatkan pikiran yang lapang, kebesaran jiwa dan raga hanya berbekal “kesendirian”.  Sesungguhnya untuk mendukung keberhasilan “kesendirian” itu tetap membutuhkan tangan orang lain.  Sebut saja “pemasok” kebutuhan primer manusia, makan, minum dan tentu banyak lagi yang tak terelakan. Seberapa pun merdekanya seseorang atau seberapa besar kemandirian seseorang tetap tidak mungkin tanpa tangan orang lain.

 

Harus diakui ada sebagian orang yang “kecanduan” berada dalam kesendirian. Sendiri membuatnya lebih tenang, damai dan lebih produktif. Tapi bukan berarti Ia menolak sama sekali interaksi sosial. Bagi kelompok orang yang mencintai kesendirian “quirkyalonekemandirian menjadi kata kunci karena Ia sedikit mungkin bergantung kepada orang lain.

 

Atau, ada pula orang yang memang memilih jalan dalam “kesendirian”, bukan karena candu. Tetapi baginya, Ia tidak sendiri karena banyak yang “menemani”. Walaupun tidak meninggalkan dunia sepenuhnya tapi Ia tidak lagi menikmati dunia “bawah”. Dunia hanya sebatas dalam genggaman tangan, tidak masuk ke dalam kalbu karena dunia hanya sebagai wasilah untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Pemilik. Oleh karena itu cara menjalankan tugas kekhalifahannya pun berbeda dengan pada umumnya para panglima jagat raya dan kerap tak dipahami oleh orang awam.

Jadi, kesendirian itu candu kah…? Sungguh saya tidak paham… oleh karena itu saya kutipkan saja bagian kecil karya Sang penyair sufi, Jalaluddin Rumi.

 

 

Ada kesendirian yang lebih berharga dari kehidupan.

Ada kebebasan yang lebih berharga dari dunia.

Lebih berharga dari hidup dan dunia adalah saat ketika seseorang sendirian dengan Tuhan

(Maulana Jalaluddin Rumi)