Saya tertarik
dengan pernyataan yang ditulis oleh sahabat saya sesama senior* “pelajaran yg tercantum dalam Kurikulum
Semesta adalah mengolah batin or mengasah budi tingkat demi tingkat lapis demi
lapis sampai lapis terhalus n tingkat tertinggi”. Pernyataan ini
disampaikan kepada saya melalui pesan pribadinya untuk menambahi atau
mengomentari artikel saya yang bertajuk “Orang Pintar versus Orang Baik” di
sebuah “blog keroyokan” (jika penasaran silakan berselancar).
Saya setuju
seratus persen dengan pernyataan tersebut karena pada dasarnya hidup ini adalah
belajar. Sampai pada akhirnya akan menghasilkan manusia pintar yang baik budi,
manusia pintar yang buruk hati, manusia baik hati dan tak pintar atau yang
paling parah manusia tak pintar yang buruk hati… Memang tidak mudah mencari
kombinasi ideal agar dapat memiliki manfaat di bumi manusia ini.
Oleh karena itu
saya menganggap baik budi itumenjadi
dasar bagi seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang bergaung keras dan kuat ke
segala penjuru bumi ini. Hasil dari perbuatan baiknya akan dirasakan oleh
semesta alam raya.
Orang baik budi
bisa berada dimanapun meskipun tidak selalu dapat diterima oleh siapapun karena
ia akan dianggap “mengganggu” oleh orang yang buruk hati. Tapi pasti tidak akan
ada kerugian apapun juga jika tidak disukai oleh si buruk hati.
Kembali
kepernyataan sahabat saya di atas bahwa jika kita mengikuti “kurikulum semesta”
yang telah disusun dengan sempurna oleh pemilik semesta alam raya secara
berjenjang niscaya kita akan berhasil menjadi orang baik budi. Masalahnya
manusia memang diberi keleluasaan dalam mewarnai jalan hidupnya, bisa putih
bersih bagaikan kapas, berwarna-warni bak pelangi atau hitam kelam bagaikan
malam tak berbintang.
Menurut sahabat
saya, kurikulum itu memuat pelajaran mengolah batin atau mengasah budi. Banyak
ancangan yang dapat digunakan untuk mengolah batin atau mengasah budi, yang
paling mudah dan sangat manjur menggunakan ancangan agama karena di dalamnya
sudah memuat aturan-aturan serta etika moral yang lengkap. Jika Anda lulus dari
mata pelajaran tersebut maka Anda diperkenankan mengikuti tingkat atau lapis
berikutnya. Begitu seterusnya sampai pada tingkat tertinggi dan akhirnya Anda
akan dinyatakan lulus dengan menyandang predikat “orang baik budi” di bumi
manusia ini.
Karena
kurikulum itu cukup berat, jadi ada kemungkinan orang tidak bisa melaluinya
dengan baik alias tidak lulus. Kelompok ini tentu saja bisa tidak berhasil
di berbagai tingkat atau lapisan. Oleh karena itu tingkatan orang baik juga
berbeda-beda mulai dari grade 1
sampai dengan grade tertinggi yaitu
“orang baik budi”.
Ternyata tak
telalu mudah juga menjadi orang baik budi…
Pada dasarnya setiap manusia terlahir dengan berkah kebaikan budi yang melekat padanya. Namun, terlalu banyak hal yang "mengganggunya": lingkungan hidupnya, nafsunya, keadaan ketika dilahirkan, dsb. Dengan kata lain, semua orang punya bakat ke-Buddha-an. Semua orang berpotensi menjadi "Bodhisatva", orang2 dengan kualitas ke-Buddhaan-an, selain Sidharta Gautama.
Oleh karenanya, perlu Sekolah Semesta dengan kurikulumnya yang berjenjang untuk mengasah bakat itu. Agama memang salah satu "perangkat" untuk sekolah itu. Namun, sesungguhnya setiap manusia dibekali "suara batin" yang bisa menuntunnya. Masalahnya, banyak manusia malas mendengar, malas belajar. Seperti saya sih, sebenarnya.....
Kurikulum semesta juga berjenjang meski bisa saja melompat lebih cepat seperti kelas akselerasi ... Dan penilainya adalah yang Maha Esa bukan kita ....
Halo...Kurikulum harus tidak melompat, tapi manusia pandai bisa saja melompat. Manusia pasti membuat penilaian bagaimana orang bersikap tetapi penilaian yang paling adil dan hakiki berasal Yang Maha Esa...Wallahu a'lam.
Setuju. Dalam bahasa agama, pendidikan yg utama adalah untuk mencapai akhlaqul karimah supaya menjadi insanul karim. Namun manusia memiliki nafsu yg cenderung pada hubuddunya, sifat tergesa gesa dan lupa. Karena itulah agama menyuruh manusia utk selalu istighfar dalam setiap langkah kehidupan dan menghadirkan Tuhan dalam kalbunya, menjadikanNya pusat, yang kalamNya dijadikan panduan utk bersikap dan berbuat. Tabik....
Yihaaaa.....
ReplyDeleteKeren tulisannya. Tapi, kenapa saya dibiarkan kesepian pada foto itu? Sedih deh...
Pada dasarnya setiap manusia terlahir dengan berkah kebaikan budi yang melekat padanya. Namun, terlalu banyak hal yang "mengganggunya": lingkungan hidupnya, nafsunya, keadaan ketika dilahirkan, dsb. Dengan kata lain, semua orang punya bakat ke-Buddha-an. Semua orang berpotensi menjadi "Bodhisatva", orang2 dengan kualitas ke-Buddhaan-an, selain Sidharta Gautama.
Oleh karenanya, perlu Sekolah Semesta dengan kurikulumnya yang berjenjang untuk mengasah bakat itu. Agama memang salah satu "perangkat" untuk sekolah itu. Namun, sesungguhnya setiap manusia dibekali "suara batin" yang bisa menuntunnya. Masalahnya, banyak manusia malas mendengar, malas belajar. Seperti saya sih, sebenarnya.....
Terima kasih Bu....
DeleteBtw, Ibu tidak sendiri di foto tersebut...coba tengok di sebelah Ibu ada siapa....
Kurikulum semesta juga berjenjang meski bisa saja melompat lebih cepat seperti kelas akselerasi ... Dan penilainya adalah yang Maha Esa bukan kita ....
ReplyDeleteHalo...Kurikulum harus tidak melompat, tapi manusia pandai bisa saja melompat. Manusia pasti membuat penilaian bagaimana orang bersikap tetapi penilaian yang paling adil dan hakiki berasal Yang Maha Esa...Wallahu a'lam.
DeleteSetuju. Dalam bahasa agama, pendidikan yg utama adalah untuk mencapai akhlaqul karimah supaya menjadi insanul karim. Namun manusia memiliki nafsu yg cenderung pada hubuddunya, sifat tergesa gesa dan lupa. Karena itulah agama menyuruh manusia utk selalu istighfar dalam setiap langkah kehidupan dan menghadirkan Tuhan dalam kalbunya, menjadikanNya pusat, yang kalamNya dijadikan panduan utk bersikap dan berbuat. Tabik....
ReplyDeleteCouldn't agree more... Thank you
ReplyDeleteEh ada yg salah ketik.... maksudnya "insan kamil" bkn "insanul karim" 🤭
ReplyDelete