Introduction

Sunday, July 12, 2020

Kurikulum Semesta untuk Bumi


Saya tertarik dengan pernyataan yang ditulis oleh sahabat saya sesama senior* “pelajaran yg tercantum dalam Kurikulum Semesta adalah mengolah batin or mengasah budi tingkat demi tingkat lapis demi lapis sampai lapis terhalus n tingkat tertinggi”. Pernyataan ini disampaikan kepada saya melalui pesan pribadinya untuk menambahi atau mengomentari artikel saya yang bertajuk “Orang Pintar versus Orang Baik” di sebuah “blog keroyokan” (jika penasaran silakan berselancar).

Saya setuju seratus persen dengan pernyataan tersebut karena pada dasarnya hidup ini adalah belajar. Sampai pada akhirnya akan menghasilkan manusia pintar yang baik budi, manusia pintar yang buruk hati, manusia baik hati dan tak pintar atau yang paling parah manusia tak pintar yang buruk hati… Memang tidak mudah mencari kombinasi ideal agar dapat memiliki manfaat di bumi manusia ini.

Oleh karena itu saya menganggap baik budi itu  menjadi dasar bagi seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang bergaung keras dan kuat ke segala penjuru bumi ini. Hasil dari perbuatan baiknya akan dirasakan oleh semesta alam raya.

Orang baik budi bisa berada dimanapun meskipun tidak selalu dapat diterima oleh siapapun karena ia akan dianggap “mengganggu” oleh orang yang buruk hati. Tapi pasti tidak akan ada kerugian apapun juga jika tidak disukai oleh si buruk hati.

Kembali kepernyataan sahabat saya di atas bahwa jika kita mengikuti “kurikulum semesta” yang telah disusun dengan sempurna oleh pemilik semesta alam raya secara berjenjang niscaya kita akan berhasil menjadi orang baik budi. Masalahnya manusia memang diberi keleluasaan dalam mewarnai jalan hidupnya, bisa putih bersih bagaikan kapas, berwarna-warni bak pelangi atau hitam kelam bagaikan malam tak berbintang.

Menurut sahabat saya, kurikulum itu memuat pelajaran mengolah batin atau mengasah budi. Banyak ancangan yang dapat digunakan untuk mengolah batin atau mengasah budi, yang paling mudah dan sangat manjur menggunakan ancangan agama karena di dalamnya sudah memuat aturan-aturan serta etika moral yang lengkap. Jika Anda lulus dari mata pelajaran tersebut maka Anda diperkenankan mengikuti tingkat atau lapis berikutnya. Begitu seterusnya sampai pada tingkat tertinggi dan akhirnya Anda akan dinyatakan lulus dengan menyandang predikat “orang baik budi” di bumi manusia ini.

Karena kurikulum itu cukup berat, jadi ada kemungkinan orang tidak bisa melaluinya dengan baik alias tidak lulus. Kelompok ini tentu saja bisa tidak berhasil di berbagai tingkat atau lapisan. Oleh karena itu tingkatan orang baik juga berbeda-beda mulai dari grade 1 sampai dengan grade tertinggi yaitu “orang baik budi”.

Ternyata tak telalu mudah juga menjadi orang baik budi…

 
Berbagi Pesan Bersama Sahabat Senior

*) Special thanks to Ibu Santi P. Mardikarno

 

 


7 comments:

  1. Yihaaaa.....
    Keren tulisannya. Tapi, kenapa saya dibiarkan kesepian pada foto itu? Sedih deh...

    Pada dasarnya setiap manusia terlahir dengan berkah kebaikan budi yang melekat padanya. Namun, terlalu banyak hal yang "mengganggunya": lingkungan hidupnya, nafsunya, keadaan ketika dilahirkan, dsb. Dengan kata lain, semua orang punya bakat ke-Buddha-an. Semua orang berpotensi menjadi "Bodhisatva", orang2 dengan kualitas ke-Buddhaan-an, selain Sidharta Gautama.

    Oleh karenanya, perlu Sekolah Semesta dengan kurikulumnya yang berjenjang untuk mengasah bakat itu. Agama memang salah satu "perangkat" untuk sekolah itu. Namun, sesungguhnya setiap manusia dibekali "suara batin" yang bisa menuntunnya. Masalahnya, banyak manusia malas mendengar, malas belajar. Seperti saya sih, sebenarnya.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih Bu....
      Btw, Ibu tidak sendiri di foto tersebut...coba tengok di sebelah Ibu ada siapa....

      Delete
  2. Kurikulum semesta juga berjenjang meski bisa saja melompat lebih cepat seperti kelas akselerasi ... Dan penilainya adalah yang Maha Esa bukan kita ....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo...Kurikulum harus tidak melompat, tapi manusia pandai bisa saja melompat. Manusia pasti membuat penilaian bagaimana orang bersikap tetapi penilaian yang paling adil dan hakiki berasal Yang Maha Esa...Wallahu a'lam.

      Delete
  3. Setuju. Dalam bahasa agama, pendidikan yg utama adalah untuk mencapai akhlaqul karimah supaya menjadi insanul karim. Namun manusia memiliki nafsu yg cenderung pada hubuddunya, sifat tergesa gesa dan lupa. Karena itulah agama menyuruh manusia utk selalu istighfar dalam setiap langkah kehidupan dan menghadirkan Tuhan dalam kalbunya, menjadikanNya pusat, yang kalamNya dijadikan panduan utk bersikap dan berbuat. Tabik....

    ReplyDelete
  4. Couldn't agree more... Thank you

    ReplyDelete
  5. Eh ada yg salah ketik.... maksudnya "insan kamil" bkn "insanul karim" 🤭

    ReplyDelete