Introduction

Friday, June 19, 2020

Forever Young


Kelompok senior yang semangatnya senantiasa muda dan seorang anak muda yang menjadi inspirasi saya kali ini memang “agak tak biasa” jiwa mengabdinya. Bukan berarti mereka mengabaikan kehidupan pribadinya tetapi menurut saya, mereka mampu menyelaraskan dengan sempurna antara ranah kehidupan pribadi dan pengabdian. Memang mereka memilih dengan sadar dan merasa terpanggil untuk menekuninya meskipun dalam situasi tidak terlalu mudah, sehingga hasilnya menjadi sebuah kesempurnaan hidup.

Bagi para pengabdi, usia bukan menjadi penghenti atau penghambat tugas kebajikan, bahkan usia harus mampu meningkatkan totalitas kepatuhan untuk berbuat lebih baik. Apakah angka pada usianya berjumlah banyak atau masih dapat Anda hitung dengan jumlah jari Anda dan pasangan Anda… semangat harus terus membara demi kemaslahatan.

Manusia-manusia hebat yang semangatnya selalu muda itu meyakini bahwa kewajiban manusia merupakan tanggung jawab yang diberlakukan kepada semua orang. Tanggung  jawab terhadap kewajiban inilah yang akhirnya  memiliki nilai lebih tinggi karena dijalankan oleh suara hati.

Nurani para pengabdi seakan-akan menyatu dengan alam semesta dan seisinya. Tanggung jawab untuk memberikan sumbangsih nyata, memberikan segala kemampuan, pikiran dan tenaga diejawantahkan dengan nyata hanya karena tak ingin generasi berikut tak bisa mewarisi indahnya bumi dan tetap pada “ketidaberadaban”.

Bukan mereka tak pernah menghadapi rintangan, tetapi keyakinan bahwa "Sang Pemilik" berpihak kepada jalan keiklasan ini, maka jadilah pengabdian ini seakan tak berujung. Mereka juga tidak biasa menghitung berapa banyak yang sudah dikeluarkan dan didapatkan karena tidak akan pernah bisa dihitung secara matematis... apalagi jika kita ingin menghitungnya dengan mesin penghitung... tidak ada satu pun  yang menyediakan "angka"* sejumlah itu. Jadi biarkan semua terus berjalan seiring dengan usia berjalan

Yang ada pada benak para pengabdi hanyalah bahwa semua penghuni jagat raya memiliki derajat yang sama di muka bumi maka sudah seharusnya manusia memiliki kepedulian antar sesama, mahluk Ilahi lainnya dan bumi tempat berpijak.
  

Karena Aku Bersyukur Maka Aku Mengabdi,
 Aku Mengabdi karena Aku Bersyukur

Seniors & Junior
  
Usia Tak Berbatas

Selamanya Muda untuk Pengabdian
Dedicated to SRS,JK, AS
*Thanks to Bro Syam

Friday, June 12, 2020

Aku dan Pikiran


Pada saat Anda berpikir,apakah Anda juga berpikir tentang apa sesungguhnya pikiran itu... dimana pikiran itu berada... atau makhluk apakah pikiran itu... sampai-sampai Anda harus meluangkan banyak waktu untuknya. Apakah benar "Aku Berpikir Maka Aku Ada” “Cogito Ergo Sum” (Descartes)

Hubungan “Aku” dan “Pikiran” yang terjalin indah berabad lamanya itu tampak tak berpangkal dan tak berujung. Sampai pada suatu masa di suatu tempat yang tak jelas keberadaannya terjadi percakapan panjang antara “Aku” dan ”Pikiran.”

Untuk memudahkan maka saya saripatikan perbincangan antara “Aku” si maha merasa memiliki dan “Pikiran” si maha merasa penting.

“Dialog antara Aku dan Pikiran di Suatu Masa”
(hari-tanggal-bulan-tahun)

Aku      :Siapa kamu...?
Pikiran  :Aku adalah inti hidup
Aku      :Mengapa kamu berada di situ padahal aku tidak  mengenalmu
Pikiraan :Kamu sangat dekat denganku
Aku      :Bagaimana mungkin kamu bisa dekat denganku
Pikiran  :Kamu selalu membutuhkan aku. Tiada hari tanpa aku
Aku      :Jelaskan kepadaku siapa sesungguhnya kamu...
Pikiran  :Akulah yang selalu ingin kamu kuasai... padahal aku bukan  kamu... Aku adalah Aku, “entitas mandiri”
Aku      :Aku tidak paham maksudmu
Pikiran  :Tentu saja tidak,   karena kamu tidak akan mampu melakukan apapun tanpa aku. Jika  kamu lupa, kuperkenalkan kembali bahwa aku adalah “Pikiran”
Aku     :Ahaaa... Wahai “Pikiran” diamlah di tempatmu karena kamu bukan apa-apa jika tanpa aku. Akulah pemilikmu...
Pikiran  : Jika aku meninggalkan kamu maka kamu bukan “kamu” lagi dan tidak dapat disebut manusia
Aku      :....???
Pikiran  :....???

Perbicangan terhenti... baik “Aku” maupun “Pikiran” terhenyak... Dua “makhluk ajaib” yang sesungguhnya berbeda tetapi tanpa disadari saling membutuhkan dan kerap kali harus berjalan seiring... meskipun bukan menjadi keterwakilan atas masing-masing entitas.

“Pikiran” adalah  sebuah timbunan pengalaman fisik dan mental yang muncul akibat proses luar sadar dalam otak manusia. Kadang kala ia bersikap liar karena menemukan pengalaman batiniah lain yang mewarnai hidup tapi sesungguhnya tak dikendaki oleh “Aku”. Oleh karena itu “Aku” kadang tak mampu menguasai dan mengatur “Pikiran” sesuai kehendaknya. “Pikiran” akan berubah menjadi baik jika menerima masukan baik, tetapi jika masukan itu buruk maka buruklah ia…

Sedangkan “Aku” sesungguhnya baik hati dan budiman karena ia milik Ilahi. “Aku” adalah perwujudan unsur-unsur materi yang ditentukan oleh ruang dan waktu serta melekat pada pada tubuh manusia "man the unknown" yang tak pernah selesai diperdebatkan oleh para pakar. “Aku” sebenarnya selalu berusaha menguasai “Pikiran” walaupun “Aku” tidak sama dengan “Pikiran” tapi “Aku” adalah tuan dari “Pikiranku” karena ia melekat pada tubuhku

Oleh karena itu tak perlu berpayah-payah memaksa agar “Aku” selalu sama dengan “Pikiran” atau “Pikiran” selalu sama dengan “Aku” karena tidak akan berhasil... kecuali Anda meminta bantuan kepada hati nurani “Qalbu”, akalmu dan tubuhmu sebagai pemilik kesemuanya itu.

Sejatinya yang dibutuhkan hanya kesadaran yang "benar-benar sadar" bahwa “Pikiran” itu bukan “Aku....”. Pahami saja diri Anda maka pikiran akan mengikuti… dan hidup akan menjadi lebih indah...

Aku Bersyukur karena Nuraniku Menuntun Pikiranku


Untuk jiwaku yang tak pernah padam. If...

 

Friday, June 5, 2020

Choices, Chances, Changes


Apa yang Anda pikir jika saat ini Anda akan memasuki usia 50 tahun...? Melihat ke belakang sambil membayangkan pencapaian Anda dan mulai merencanakan langkah berikut...? Menatap ke muka sambil membayangkan betapa Anda akan menjadi semakin tua dan ada “kengerian” mengikuti...?, baru kemudian Anda tetapkan langkah. Atau, Anda berpikir untuk membiarkannya berjalan secara alamiah saja...? “Let it flow...?”

Menurut saya tidak ada yang salah dengan ketiga “model” pikiran di atas. Yang salah jika Anda tidak pernah berpikir sama sekali... maka, itu menakutkan bagi saya.

Sengaja saya membuka tulisan ini dengan batas usia 50 tahun karena saya beranggapan usia 50 tahun adalah usia berpindahnya tahapan hidup manusia, tahap hidup muda dan penuh gairah menuju tahap baru menjadi masyarakat senior. Seorang sahabat baik saya, lebih suka menyebut masyarakat senior dengan Advance Age Group/ AAG (“thanks, Bro…”)*.

Banyak hasil riset yang menyatakan bahwa usia 50 tahun ke atas menjadi momentum orang untuk lebih tenang karena sebagian besar rencana hidup sudah tercapai, karir membaik, mungkin anak-anak sudah besar dan lain lain. Tetapi seiring dengan itu, penyakit juga mulai bermunculan. Paduan antara pencapaian dan penyakit serta masalah hidup lain membuat orang mulai merancang langkah baru atau memperbarui rencana memasuki usia senior.

Jika pencapaian sebelum usia 50 tahun dianggap cukup baik karena Anda selalu memanfaatkan kesempatan yang datang tentu tidak ada salahnya Anda mengikuti “alur” tersebut dengan beberapa modifikasi setiap satu dekade. Yang saya maksud dengan “alur” misalnya perhitungan finansial berjalan lancar, tabungan masa depan sudah berjalan, sudah memiliki asuransi kesehatan, bekerja sampai satu dekade pertama, dekade berikutnya bekerja paruh waktu atau tetap bekerja dan seterusnya. Menurut saya, ini sangat ideal “on the right track”. Untuk mendapatkan hasil yang lancar seperti ini, sudah pasti rancangan pola hidup harus dimulai sejak lama dan dengan asumsi semua berjalan lancar tanpa hambatan yang berarti. 

Karena jalan hidup orang beragam, atau kesadaran akan persiapan “masa depan” muncul belakangan, atau bisa pula Anda menganggap model kehidupan sebelumnya tidak akan sesuai lagi karena, misalnya terlalu “hedonis” atau pandangan hidup Anda berubah karena sesuatu hal, maka ini saatnya Anda mengubah dan memulai “hidup baru…”. Menata ulang hidup pada saat usia memasuki 50 tahun perlu upaya besar, dari mulai mengubah gaya hidup sampai dengan cara pandang. Tapi sepanjang Anda yakin bahwa rancangan atau langkah baru itu membuat Anda lebih tenang, nyaman dan bahagia, tentu tidak ada yang perlu ditakuti, jalanilah saja dengan penuh semangat karena ada sesuatu yang indah menanti di depan.

Apabila Anda menganggap dua model di atas terlalu menjadi beban karena harus membuat perencanaan baru, mengubah gaya serta pikiran, maka membiarkan hidup Anda bergulir secara alamiah yang akan menjadi pilihan. Pilihan ini biasanya karena Anda menganggap tidak ada yang salah dengan yang sudah dijalani dan “model” ini masih bisa berlangsung meskipun usia bertambah. Ikuti saja kemana arah air mengalir… Tapi berhati-hatilah karena air tidak tenang terus menerus. Ketenangan air akan tergantung juga kepada banyak hal misalnya ketinggian atau bebatuan. Begitu pula hidup… Jadi bagi yang belum sampai usia 50 tahun, bersiap-siaplah untuk menyambut “the fantastic fifty…”

Karena hidup hakikatnya tentang memilih …
                              
                                                                                                   *CMF