Introduction

Thursday, July 29, 2021

Tafsir

 

Tafsir atau yang lebih popular disebut intepretasi tidak pernah mengenal “baik” atau “buruk” karena ia bergantung kepada pengalaman, pengetahuan dan apa yang tersimpan dalam benak. Oleh karena itu tafsir kerap kali dipandang sebagai “free will”.

 

Karena tafsir bersifat individual, maka tidak heran jika orang “bebas merdeka” menafsirkan apa yang dilihat, didengar atau dibacanya. Penafsiran akan sangat bergantung kepada bagaimana seseorang “menata” mata batin, mata hati dan akal-budinya.

 

Yang paling menjadi masalah jika penafsiran ditumpangi oleh  ”kepentingan” tertentu, atau bahkan “pesanan”. Model penafsiran semacam ini tentu tidak bisa dipandang “benar” karena merupakan penafsiran palsu, tidak jujur dan mungkin “berbayar”. Apalagi jika dilengkapi dengan penyebarluasan penafsiran tanpa dibekali “pengetahuan” yang memadai.

 

Sejatinya yang harus dipertimbangkan bukan dalam proses penafsiran tetapi pada saat menyampaikannya kepada khalayak agar pada waktu yang bersamaan tidak melanggar hak orang lain. 

 

Karena pikiran orang per orang berbeda, maka dalam memahami karya-karya besar diperlukan pendekatan hermeneutika atau takwil dalam tradisi Islam untuk menjembatani maknanya. Hal ini diperlukan agar orang, setidaknya, memiliki tafsiran yang tidak terlalu melebar. Selain itu, ujaran atau tulisan tidak tercemari oleh pandangan orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dari yang sebenarnya diharapkan.

 

Walaupun tidak sama persis dengan menafsirkan karya monumental, dalam kehidupan  sehari-hari, ”hermeneutika praktis” tetap diterapkan dalam memaknai ujaran atau tulisan (baca: tanda bahasa). Setidaknya dalam menafsirkan harus ada pemahaman aspek linguistik (sadar atau tidak sadar)  dan kesamaaan pengertian dasar “basic understanding” tentang makna.  


Tapi jika ingin menghasilkan “tafsir baik”, menurut kaum bijak, penafsir harus berlatih memainkan mata batin dan tidak berupaya memanipulasinya atas nama hak individu atau melakukan pengecohan akal.

 

Kelurusan mata batin memang tidak dengan serta merta melekat pada diri makhluk bumi. Tetapi harus diasah agar menjadi makhluk bumi yang memiliki kematangan spiritual dan mampu membuang jauh-jauh kesombongan spritual.


Tafsir memang memang sulit diakali dan tidak mudah diubah kecuali dengan keluasan dan kehalusan rasa.

 
Wallahu a'lam bish-shawabi

 

Illustrated by Water Planet
www.water-planet.co