Introduction

Sunday, July 26, 2020

Bekerja dengan Hati


Halo Junior...

Kali ini saya ingin menyapa para junior pembaca setia Bumi Senior, yang penuh gairah hidup dan semangat. Anda pasti sering mendengar orang mengatakan jika ingin pekerjaan kita berhasil dengan baik maka harus memiliki “passion” di bidang yang kita geluti. Work with Passion “bekerja dengan hati” dibicarakan bukan hanya pada obrolan santai kelas “warung kopi” saja, tetapi juga dalam diskusi ilmiah yang disampaikan oleh para pakar atau webinar yang sedang naik daun belakangan ini. 

Dalam Bahasa Indonesia passion tidak dapat diselaraskan dengan hanya “ketertarikan” karena passion juga memuat makna “gairah”. Maka saya lebih suka menyelaraskannya dengan “bekerja dengan hati”. 
Saya tentu percaya jika seseorang bekerja di bidang yang disukai akan lebih gampang menyesuaikan diri, menikmati dan sulit dilanda rasa bosan. Hal tersebut bukan bermakna “mudah” tetapi menjadi “lebih mudah”. 

Jika Anda tidak seberuntung itu, mendapat pekerjaan atau bekerja sesuai dengan minat, hobi atau “impian” apalagi di masa yang tak mudah ini, tentunya harus ada upaya dan mungkin penuh perjuangan untuk menjadi jatuh cinta pada yang kita kerjakan. Sayapun percaya itu sangat mungkin… seperti ungkapan witing tresno jalaran soko kulino “cinta itu lahir dari kebiasaan”. Begitu pula dengan pekerjaan.

Secara umum bekerja dengan hati merujuk kepada segala pekerjaan atau kegiatan yang sesungguhnya kita cintai atau tidak kita cintai tapi dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Tak terlalu berpikir apakah akan banyak menguntungkan diri, menjadi terkenal atau mendatangkan harta berlimpah, tetapi sadar bahwa apa yang dilakukan memberi kemaslahatan bagi khalayak. Kalaupun hal tersebut kita dapatkan, maka itu menjadi “bonus” keikhlasan hati menjalaninya dengan penuh tanggung jawab.

Jika Anda mampu melampaui batas-batas ketidaknyamanan menjadi nyaman, atau Anda mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pekerjaan yang bukan “passion” itu, maka di situlah kehebatannya.
Bukan mudah tentunya, tapi selalu ada jalan menuju kebaikan jika diniatkan baik.
Jadi tidak perlu meributkan apakah ini “passion” atau bukan, bekerja saja dengan penuh tanggung jawab dan bekerjalah dengan hati maka cinta itu biasanya akan tumbuh…



Sunday, July 12, 2020

Kurikulum Semesta untuk Bumi


Saya tertarik dengan pernyataan yang ditulis oleh sahabat saya sesama senior* “pelajaran yg tercantum dalam Kurikulum Semesta adalah mengolah batin or mengasah budi tingkat demi tingkat lapis demi lapis sampai lapis terhalus n tingkat tertinggi”. Pernyataan ini disampaikan kepada saya melalui pesan pribadinya untuk menambahi atau mengomentari artikel saya yang bertajuk “Orang Pintar versus Orang Baik” di sebuah “blog keroyokan” (jika penasaran silakan berselancar).

Saya setuju seratus persen dengan pernyataan tersebut karena pada dasarnya hidup ini adalah belajar. Sampai pada akhirnya akan menghasilkan manusia pintar yang baik budi, manusia pintar yang buruk hati, manusia baik hati dan tak pintar atau yang paling parah manusia tak pintar yang buruk hati… Memang tidak mudah mencari kombinasi ideal agar dapat memiliki manfaat di bumi manusia ini.

Oleh karena itu saya menganggap baik budi itu  menjadi dasar bagi seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang bergaung keras dan kuat ke segala penjuru bumi ini. Hasil dari perbuatan baiknya akan dirasakan oleh semesta alam raya.

Orang baik budi bisa berada dimanapun meskipun tidak selalu dapat diterima oleh siapapun karena ia akan dianggap “mengganggu” oleh orang yang buruk hati. Tapi pasti tidak akan ada kerugian apapun juga jika tidak disukai oleh si buruk hati.

Kembali kepernyataan sahabat saya di atas bahwa jika kita mengikuti “kurikulum semesta” yang telah disusun dengan sempurna oleh pemilik semesta alam raya secara berjenjang niscaya kita akan berhasil menjadi orang baik budi. Masalahnya manusia memang diberi keleluasaan dalam mewarnai jalan hidupnya, bisa putih bersih bagaikan kapas, berwarna-warni bak pelangi atau hitam kelam bagaikan malam tak berbintang.

Menurut sahabat saya, kurikulum itu memuat pelajaran mengolah batin atau mengasah budi. Banyak ancangan yang dapat digunakan untuk mengolah batin atau mengasah budi, yang paling mudah dan sangat manjur menggunakan ancangan agama karena di dalamnya sudah memuat aturan-aturan serta etika moral yang lengkap. Jika Anda lulus dari mata pelajaran tersebut maka Anda diperkenankan mengikuti tingkat atau lapis berikutnya. Begitu seterusnya sampai pada tingkat tertinggi dan akhirnya Anda akan dinyatakan lulus dengan menyandang predikat “orang baik budi” di bumi manusia ini.

Karena kurikulum itu cukup berat, jadi ada kemungkinan orang tidak bisa melaluinya dengan baik alias tidak lulus. Kelompok ini tentu saja bisa tidak berhasil di berbagai tingkat atau lapisan. Oleh karena itu tingkatan orang baik juga berbeda-beda mulai dari grade 1 sampai dengan grade tertinggi yaitu “orang baik budi”.

Ternyata tak telalu mudah juga menjadi orang baik budi…

 
Berbagi Pesan Bersama Sahabat Senior

*) Special thanks to Ibu Santi P. Mardikarno

 

 


Friday, July 3, 2020

Perempuan Merdeka


Halo para perempuan...

Rasanya saya bahagia setiap kali bisa menyapa Anda semua… Sapaan kali ini saya tujukan bukan hanya untuk para  perempuan senior saja tetapi untuk semua perempuan yang pandai bersyukur dan bahagia karena terlahir sebagai perempuan.

Saya sengaja membuat tajuk tulisan ini “Perempuan Merdeka” karena menurut pengamatan kasar saya (bukan hasil riset), masih banyak perempuan terperangkap dengan “keperempuanannya”.  Misalnya, “memaksa”  berkulit putih, berwajah tirus dan harus ramping, atau beralis bagaikan semut beriring… maka dikejarlah tampilan “cantik” versi tersebut. 
Tentu saja, saya tidak ingin mengatakan bahwa berpenampilan cantik atau berupaya tampil cantik itu salah. Tetapi saya lebih berbahagia untuk mengatakan cintailah wajah Anda, tubuh Anda apa adanya karena itu pemberian Ilahi yang membawamu ke berbagai tempat yang Anda inginkan, mengantarkan Anda pada pencapaian saat ini, dan semua hal yang mungkin tak pernah Anda syukuri sebelumnya.

Menjadi perempuan dengan jiwa yang merdeka seharusnya melekat pada setiap perempuan. Masalahnya, sebagian perempuan, dan saya yakin itu bukan Anda, masih gemar melemahkan dirinya sendiri dengan hanya berbicara masalah tubuh. Padahal apa salahnya tubuh ini?  

Menurut saya, kecantikan perempuan tidak pada tubuh atau wajah… Ia bersifat harmoni dan menjadi satu kesatuan yang utuh, gabungan antara hati, pikiran dan menjaga kehormatan diri. Maka dengan demikian orang akan dapat menilik kecantikan Anda.

Perempuan harus mampu melepaskan diri dari segala batas-batas yang melemahkan akal pikiran dan stigma atau label yang melekat padanya, kecuali tentu saja hal-hal yang kodrati. Ia harus memiliki kebebasan dalam memilih dan menentukan jalannya serta mampu  pula mengenali dirinya sendiri, potensinya, keinginannya dan untuk selanjutnya dapat memanfaatkan semua itu demi kemaslahatan.

Perempuan tidak perlu berupaya menyamakan diri dengan laki-laki karena itu upaya yang sia-sia. Bangun saja relasi setara antara perempuan dan laki-laki karena pada hakikatnya perbedaan itu untuk saling melengkapi. Tak perlu dipaksakan… Biarkan berbeda, biarkan tak sama, berjalan saja di jalan kita dan bertindaklah dengan kebijaksanaan bukan dengan emosi dan kebodohan.
Maka jadilah Anda Perempuan Merdeka...
 
Tak hanya R. A. Kartini. 
Menurutku semua perempuan yang menghargai dirinya, menghargai, dan menginginkan kemajuan sesamanya, Harum namanya.

(KH. Ahmad Mustofa Bisri)


 Untuk perempuan yang bersyukur terlahir sebagai perempuan