Introduction

Tuesday, August 25, 2020

DIKSI

 

Pernahkan terbersit dalam benak Anda untuk menghitung berapa banyak kata yang Anda ucapkan setiap hari? Atau pernahkah Anda sadari berapa banyak orang yang menjadi kagum, bahagia, jatuh cinta bahkan marah pada Anda “hanya” karena kata-kata yang Anda ujarkan? Saya mengira tidak banyak orang yang “kerajinan” memikirkan hal-hal seputar kata seperti yang saya kemukakan di atas atau mungkin dipandang tak penting juga.

Ini bukan sekadar persoalan kata tapi persoalan bagaimana Anda memilih “diksi”, kata dalam ujaran atau tulisan. Diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras  untuk mengungkapkan pesan  yang ingin disampaikan atau sengaja dibuat sedemikian rupa untuk tujuan tertentu sehingga memperoleh "kesan" sesuai harapan

Istilah diksi belakangan ini menjadi lebih popular karena dihubung-hubungkan dengan seorang drummer sebuah grup band yang terkena salah satu pasal ITE. Kasus drummer tersebut bisa menjadi contoh bagaimana pilihan kata akan bisa menjadi permasalahan besar yang membuat orang sengsara. Saya tentu tidak paham sama sekali apa yang ada di benaknya karena selain tidak mengikuti “kiprahnya”, saya pun tidak tertarik berpikir-pikir apa maksud dan tujuannya.

Kembali kepersoalan diksi, jika penutur menggunakan pilihan kata yang “tepat”  dengan maksud yang dituju, maka diksi mampu membuat pembaca atau petutur  memahami, tertipu, merasa dirayu, terintimidasi atau terhasut. Meskipun tidak ada yang salah dengan kata itu sendiri tapi diksi yang digunakan dalam ujaran dapat menimbulkan beragam persepsi, tergantung kepada cara pandang, pengetahuan, pengalaman dan bahkan keberpihakan petutur atau pembacanya. Kadang kala diksi memang dianggap sebagai sesuatu yang nisbi, tak pernah mutlak.

Sungguh kita tak bisa memaksa orang untuk menggunakan diksi yang sama  dengan kita untuk mengutarakan maksudnya. Karena manusia memiliki pengalaman berbeda dan tidak ada satu orangpun  yang memiliki akses langsung terhadap pikiran orang, maka cara mengungkapkan pesanpun jadi  berbeda.  Tetapi memandang dan berpikir tentang rasa hati orang lain juga menjadi hal yang harus dipertimbangkan dalam menyampaikan gagasan kita. Sedangkan bagi para petutur ada baiknya berlaku lebih  menerima diksi yang digunakan orang meskipun  pilihan kata terasa tak elok.  Maklum saja, sekarang ini memang manusia sedang dimanja oleh kebebasan yang kadang kala melampau batas kepatutan.

Tak heran jika ada istilah yang menyatakan “mulutmu harimaumu” karena bisa menerkam siapa saja termasuk diri sendiri. Oleh karenanya jaga lisan agar semua orang bahagia dan bergirang hati. Bijaklah memilih kata…

 

karena  kata - kata cerminan  diri...



5 comments:

  1. Anda betul sekali... sy pernah mengalami ini, dan itu dilakukan oleh org yg sy anggap dekat. meski pd awalnya sy merasa kesal, tp sy ambil positifnya utk bersabar dan berbesar hati utk menerima kata2nya. Krn jika sy jawab maka akan menjadi berkepanjangan dan akan merusak tali silaturahmi..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih Irdiana...
      Luar biasa jika bisa berlega hati menerima diksi yang tak elok....

      Delete
  2. Anda betul sekali... sy pernah mengalami ini, dan itu dilakukan oleh org yg sy anggap dekat. meski pd awalnya sy merasa kesal, tp sy ambil positifnya utk bersabar dan berbesar hati utk menerima kata2nya. Krn jika sy jawab maka akan menjadi berkepanjangan dan akan merusak tali silaturahmi..

    ReplyDelete
  3. Pesan tak sampai krn "kesalahan" diksi artinya kegagalan mengkomunikasikan ya Bu ...

    ReplyDelete